Senin, 19 April 2010

TEMPAT TERBAIK kU Sikluz 3 ( Revizie)

oLEH : LELLY RATNA D

Hari ini memang hari yang aku tunggu-tunggu karena aku akan segera pindah ke sekolah baruku dan aku juga akan menempati salah satu pondok pesantren di Pati. Hari yang cerah mengantarkan aku ke tempat baruku mencari ilmu, semoga di tempat baru ku nanti, aku mendapatkan suasana yang baru dengan teman-teman yang baik dan yang bisa mengerti aku. Saatnya aku meninggalkan rumah tercintaku. Dengan berat hati aku harus meninggalkan istanaku ini demi meraih cita-citaku.

“Ibu,saya berangkat ya,” dengan nada sedih aku meminta izin pada Ibu

“Hati-hati ya Nak,semoga kamu betah disana nanti,” ujar Ibu sambil mengelus pundakku

“Insya allah, Bu. Saya minta doanya supaya kalau pulang nanti,saya menjadi anak yang saleh,dan berbudi pekerti yang baik,seperti yang Ibu inginkan.”

“Ya Nak,Ibu akan selalu mendoakanmu,agar kamu selalu dilindungi Allah.”

“Sekarang Imam pergi dulu ya Bu,assalamualaikum!” sambil mencium tangan Ibu

“Waalaikum salam.”

Setelah berpamitan pada Ibu aku segera pergi dengan Ayahku menuju Jalan Edi Sucipto. Aku naik bis jurusan Magelang Pati. Setelah beberapa jam,akhirnya kami sampai di Jalan Fatkhullah. Dari sana kami berjalan menuju pondok Matoli’ul Falah sejauh 300 m. Dari kejahuan kupandangi sekeliling pondok itu, terlihat gedung dari pondok itu yang berdiri megah, gedung yang bertingkat dua, mushola yang besar dan kulihat di depan pondok itu ada sekolahan yang nantinya akan kutempati untuk mencari ilmu.

Matholi’ul Falah adalah salah satu pondok yang terkenal di Jawa Tengah. Aku sekolah di sana karena pendidikan agamanya sangat kuat. Tidak hanya itu,di sana ilmu umumnya juga tidak ketinggalan dengan sekolah yang berstandar internasional. Fasilitas-fasilitas yang digunakan sudah banyak.

Kami tiba di sana kira-kira pukul 16.00 wib. Setelah itu ayahku mendaftarkanku ke pengurus pondok. Setelah selesai mendaftar,Ayahku mengajakku ke lokasi yang akan kutempati nanti.

“Di sini tempatmu,sekarang Ayah pulang ya,nanti Ayah kirimi uang lewat bank BCA setiap bulan”

“Ya, Yah,” ucapku meneteskan air mata

“Baik baik di sini !”

“Insya allah, Yah.”

“Assalamualaikum.”

“Waalaikum salam.”
Aku mencium tangan Ayah

Setelah Ayahku pergi, aku segera memasuki kamar yang akan aku tempati nanti. Di kamar tersebut ditempati 8 orang anak,termasuk aku. Saat pertama kali berjumpa mereka,aku agak gugup. Tapi lama-kelamaan juga terbiasa.

“Maaf,siapa nama, Mas ya,?” tanya teman yang sekamar denganku.

“Saya Imam Syafi’i. Kalau Mas siapa?” tanyaku balik pada teman yang baru ku kenal itu.”

“Saya Imam Hanafi.”Jawabnya.

Setelah berbicara dengan teman–teman baruku itu aku mulai mengenal mereka satu persatu–satu.

Azan subuh telah dikumandangkan semua santri segera bangun dan mengambil air wudlu.
Kemudian kami salat berjamaah di musholla dekat rumah sesepuh pondok.Setelah salat berjamah seluruh santri pergi mandi. Aku pun juga ikut,tapi sesampainya di sana ternyata antrinya sangat panjang. Saat aku akan mandi ternyata airnya sudah habis. Terpaksa aku berangkat sekolah tidak mandi.

“Tet…tet…tet..”
Bel berbunyi yang suaranya nyaring terdengar sampai pondokku. Dari jendela kamarku ku lihat semua siswa telah masuk kelas.

“ Aduh gimana nih sudah masuk,mana aku belum nyiapin buku lagi,” ujarku kebingungan.
Setelah selesai nyiapin bukuku aku segera berangkat ke madrasah. Ku berlari dengan kencang, dengan nafas yang terengah-engah Aku sampai di sekolah meskipun aku terlambat. Sialnya sesampai aku di kelas aku ditertawain semua teman-teman satu kelasku, aku bingung mengapa teman-temanku mengetawain aku, ku lihat kebawah, ternyata resleteng celanaku belum aku tutup dengan benar, itu terjadi karena aku terburu-buru berangkat sekolah. Rasanya muka ini malu… sekali, tapi tak apalah itu pun hanya bikin malu sesaat yang penting hari ini aku mengikuti pelajaran di sekolah pak guru yang mengajar kebetulan adalah Bapak Ali yang kata teman–temanku dia adalah guru yang sangat disiplin. Karena aku terlambat,jadi aku dihukum.Aku disuruh berdiri di depan kelas.

“Kamu siapa,” tanya Pak Ali
“Saya Imam, Pak!”jawabku

“Kenapa kamu datang terlambat.”

“Antri mandinya lama Pak,” sambilku tundukkan kepalaku

“Besok kalau diulangi lagi saya suruh kamu bersihin WC!”suruh pak Ali.

Karena aku menjawab begitu aku ditertawain teman–teman sekelasku.
Hari pertama aku masuk ternyata sudah mendapatkan kejutan–kejutan yang tak kuduga.
Meskipun begitu aku tidak akan angkat tangan karena ini baru permulaan.

Di dalam kelas kami mencoba mengenal satu dengan yang lain. Saat istirahat aku keluar untuk membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Setelah selesai dari sana aku kembali ke kelas. Pelajaran berikutnya adalah sulamat taufiq. Saat aku mau mengeluarkan buku,ternyata bukuku tidak ada.

“Lho,kemana bukuku.”

Aku bingung. Kucari bukuku. Di laci,di bawah meja,ternyata masih tidak ada.

“Maaf Mas,bukumu tadi diambil sama anak itu,” kata seorang anak perempuan yang duduk di sampingku sambil menunjuk anak yang mengambil bukuku. Aku pun segera menghampiri anak itu.

“Maaf kamu yang ambil bukuku ya?” tanyaku pada anak itu

“Kalau iya memangnya kenapa?”

“Nggak saya cuma mau mengambil buku yang kamu ambil tadi.”
“Kamu berani sama aku?”
“Tidak,aku cuma mau ambil bukuku saja.”
“Dyek..”pukul anak itu ke perutku.
“Brek..” terjatuh aku ke tanah.

Saat dia mau memukulku lagi,tiba-tiba pak Idrus masuk kelas. Kami pun segera duduk di tempat kami semula. Aku mengambil bukuku yang jatuh di lantai. Kami duduk dengan rapi. Seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“Mam,kamu tidak apa-apa?” tanya Hanafi saat bel untuk solat dibunyikan.
“Nggak apa-apa.”

Setelah pulang sekolah, kami kembali ke kamar masing-masing.Dari jam setengah tiga,sampai jam empat para santri mengaji kitab. Aku dan beberapa anak laki-laki mengaji kitab Ta’lim Muta’alim. Karena jadwal ngajinya berbeda-beda,pulangnya pun tidak pada jam yang sama.
Setelah mengaji kitab Ta’lim Muta’alim dan melaksanakan salat asar,kami mengaji kitab kitab Nahwu.

Sekarang sudah jam 17.30 wib. Kami segera pulang ke kamar kami.
Setelah selesai mandi dan jamaah solat magrib,kami mengaji Alquran. Karena baru pertama ke sini,kami diajari kak santri. Yang mengajari kami adalah santri yang sudah hafal Alquran. Karena bayaknya santri yang mengaji,aku menunggu giliranku sampai jam 20.30 wib.

Setelah selesai mengaji,kemudian aku solat isya. Kemudian aku dan teman-temanku pergi mengaji kitab lagi. Jam 22.00 WIB kami baru istirahat.

Hari kedua kejutan besar menghampiriku. Aku berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Jadi, kuniati untuk berpuasa. Toh hari ini kebetulan hari Kamis. Sesampainya disekolah, aku merasa ngantuk dan lemas sekali.

”Kamu kenapa?” tanya perempuan yang kemarin pernah bicara sama aku.

“Tidak apa-apa. Hanya kelelahan saja.”

”Kamu masih sakit karena kemarin dipukul sama Faisal ya,?”

“Nggak, aku sudah sembuh kok.”

“Namamu siapa?”

“Namaku Imam. Kalau kamu?”
“Aku Aisyah.”

Tak terasa waktu pelajaran sudah lewat. Sekarang waktunya istirahat. Aku pun pergi ke perpustakaan bersama Hanafi. Saat di tengah jalan kami di hadang Faisal dan teman-temannya.

“Hei kamu,kemarin kamu selamat tapi sekarang tidak.”

“Faisal kamu jangan ganggu Imam lagi,”

“Memangnya kenapa?”

Tiba-tiba Faisal memukul Hanafi. Karena aku sudah tidak bisa menahan emosi lagi,kupukul mukanya Faisal. Tak terduga,ternyata pak Idrus Melihat kami. Akhirnya kami disuruh ke kantor.

“Siapa yang mau bicara duluan?” tanya pak Ilham,Kyai sekaligus pengurus pondok putra.
“Bukan saya pak,Imam yang memukul saya,” ujar Faisal.
“Bukan pak. Faisal dulu yang mukul saya!”
“Aku sudah tahu. Tadi Aisyah sudah bilang. Kalian boleh pergi.”

Karena Faisal sering bikin ulah,akhirnya dia dikeluarkan dari pondok. Tidak hanya itu saja,dia juga ketahuan membawa HP saat ada pemeriksaan.


* * *

Saat di jalan menuju ke warung yang tak jauh dari Pondokku, aku bertemu dengan Aisyah. Aku pun segera menghampirinya. Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi padaku, setiap aku bertemu Aisyah jantungku selalu berdetak dengan kencang, apakah ini yang di namakan cinta? Hari ini Aisyah terlihat begitu cantik di depanku, aku tak kuat lagi manahan rasa cintaku kepada Aisyah.

“Aisyah,terimakasih, ya, sudah menolongku kemarin.”
“Sama-sama. Itu sudah kewajiban sesama muslim,” jawabnya sambil tersenyum

Seketika Aku dan Aisyah saling diam tak ada kata-kata lagi yang terucap dari bibirku maupun dari bibir Aisyah. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku saat itu tiba-tiba bibirku terbuka dan mengucapkan...

“Aisyah... aku suka sama kamu!” ujarku spontan

Saatku ucapkan kata-kata itu Aisyah terlihat tersentak kaget dan seketika termenung

“Gimana Aisyah, apakah kamu juga mempunyai perasaan yang sama seperti yang aku rasakan? Dan apakah kamu mau menjadi pacarku?”

Aisyah tak menjawab pertanyaanku, tanpa pikir panjang Aisyah langsung berlari meninggalkan aku. Di situ aku merasa sangat bersalah pada Aisyah, mengapa aku mengungkapkan perasaanku kalau akhirnya membuat aisyah sedih.
Saat bulan bersinar dengan di hiasi bintang-bintang yang bertaburan aku merenungkan apa yang akan terjadi besok padaku, apakah Aisyah akan menerimaku apa tidak?

* * *
Saat pagi datang, pikiranku masih terbayang-bayang Aisyah. Kuteguhkan hati ku untuk berangkat sekolah, dari kejauhan kuliat Aisyah di depan gerbang sekolah. Dengan ragu kumendatanginya.

“Aisyah… maafin aku kalau pernyataanku kemarin membuatmu sedih.”
“Iya, aku maafin, tapi aku tidak apa-apa kok!”
“Beneran?”
“Iya, ngomong-ngomong tenteng pertanyaanmu kemarin, maaf ya, bukannya aku menolak kamu, memang kuakui aku juga mempunyai perasaan yang sama denganmu tapi, aku tidak bisa menerima kamu menjadi pacarku karena aku ingin fokus dengan sekolahku dulu. Apalagi di sinikan juga tidak boleh berpacaran!”

“Baiklah Aisyah, aku mengerti dengan keputusanmu. Gimana kalau kita bersahabat saja?”

“Ok, aku setuju denganmu.”


Walaupun baru sebentar kita kenal tapi kami berdua sudah saling menyukai pada pandangan pertama. Tapi karena di pondok melarang adanya pacaran,kami hanya sebatas teman saja. Tidak hanya itu, aku juga ingin mendapatkan ilmu terlebih dahulu. Mungkin kalau memang jodoh,kami pasti akan bersatu di lain waktu.

Rabu, 07 April 2010

Tempat Terbaik Untuk Ku

Oleh : Lelly Ratna D

Hari ini memang hari yang aku tunggu-tunggu karena aku akan segera pindah ke sekolah baru ku dan aku juga akan menempati salah satu pondok pesantren di Pati. Hari yang cerah menghantarkan aku ke tempat baruku mencari ilmu, semoga di tempat baru ku nanti, aku mendapatkan suasana yang baru dengan teman-teman yang baik dan yang bisa mengerti aku. Saatnya aku meninggalkan rumah tercintaku. Dengan berat hati aku harus meninggalkan istanaku ini demi meraih cita-citaku.

“Ibu,saya berangkat ya,” dengan nada sedih ku meminta izin pada Ibu

“Hati-hati ya Nak,semoga kamu betah disana nanti.” Ujar Ibu sambil mengelus pundakku

“Insya Allah Bu. Saya minta do’anya supaya kalau pulang nanti,saya menjadi anak yang soleh,dan berbudi pekerti yang baik,seperti yang Ibu inginkan.”

“Ya Nak,Ibu akan selalu mendo’akanmu,agar kamu selalu dilindungi Allah.”

“Sekarang Imam pergi dulu ya Bu,assalamu’alaikum!” Sambil mencium tangan Ibu

“Wa’alaikum salam.”

Setelah berpamitan pada Ibu aku segera pergi dengan Ayahku menuju Jalan Edi Sucipto. Ku naik bis jurusan Magelang Pati. Setelah beberapa jam,akhirnya kami sampai di Jalan Fatkhullah. Dari sana kami berjalan menuju pondok Matoli’ul Falah sejauh 300 m. Dari kejahuan ku pandangi sekeliling pondok itu,terlihat Gedung dari pondok itu yang berdiri megah, gedung yang bertingkat dua, mushola yang besar dan ku lihat didepan pondok itu ada sekolahan yang nantinya akan ku tempati untuk mencari ilmu.

Matholi’ul Falah adalah salah satu pondok yang terkenal di Jawa Tengah. Aku sekolah disana karena pendidikan agamanya sangat kuat. Tidak hanya itu,disana ilmu umumnya juga tidak ketinggalan dengan sekolah yang berstandar internasional. Fasilitas-fasilitas yang digunakan sudah banyak.

Kami tiba di sana kira-kira pukul 16.00 wib. Setelah itu ayahku mendaftarkanku ke pengurus pondok. Setelah selesai mendaftar,Ayahku mengajakku kelokasi yang akan kutempati nanti.

“Disini tempatmu,sekarang Ayah pulang ya,nanti Ayah kirimi uang lewat bank BCA setiap bulan”

“Ya Yah.” Ucapku meneteskan air mata

“Baik baik disini !”

“Insya allah, yah.”

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikum salam.” Sembari ku mencium tangan Ayah

Setelah Ayahku pergi, aku segera memasuki kamar yang akan aku tempati nanti. Di kamar tersebut di tempati 8 orang anak,termasuk aku. Saat pertamakali berjumpa mereka,aku agak gugup. Tapi lama-kelamaan juga terbiasa.

“Maaf,siapa nama mas ya,?”tanya teman yang sekamar denganku.

“Saya Imam Syafi’i. Kalau mas siapa?”tanyaku balik pada teman yang baru ku kenal itu.”

“ Saya Imam Hanafi.”Jawabnya.

Setelah berbicara dengan teman – teman baruku itu aku mulai mengenal mereka satu persatu – satu.

Adzan subuh telah dikumandangkan semua santri segera bangun dan mengambil air wudlu.
Kemudian kami shalat berjamaah di musholla dekat rumah sesepuh pondok.Setelah sholat berjamah seluruh santri pergi mandi. Akupun juga ikut,tapi sesampainya disana ternyata antrinya sangat panjang. Saat aku akan mandi ternyata airnya sudah habis. Terpaksa aku berangkat sekolah tidak mandi.


“ Tet…tet…tet..”
Bel berbunyi yang suaranya nyaring terdengar sampai Pondokku. Dari jendela kamarku ku lihat Semua siswa telah masuk kelas.

“ Aduh gimana nih sudah masuk,mana aku belum nyiapin buku lagi.”Ujarku kebingungan.
Setelah selesai nyiapin bukuku aku segera berangkat ke madrasah. Ku berlari dengan kencang, dengan nafas yang terengah-engah Aku sampai di sekolah meskipun aku terlambat. Pak guru yang mengajar kebetulan adalah Bapak Ali yang kata teman – temanku dia adalah guru yang sangat disiplin.
Karena aku terlambat,jadi aku dihukum.Aku disuruh berdiri di depan kelas.


“Kamu siapa”Tanya Pak Ali

“Saya Imam Pak!”Jawabku

“Kenapa kamu datang terlambat.”

“Antri mandinya lama Pak.” Sambilku tundukkan kepalaku

“Besok kalau diulangi lagi saya suruh kamu bersihin Wc.”suruh pak Ali.

Karena aku menjawab begitu aku ditertawain teman – teman sekelasku.
Hari pertama aku masuk ternyata sudah mendapatkan kejutan – kejutan yang tak ku duga.
Meskipun begitu aku tidak akan angkat tangan karena ini baru permulaan.

Di dalam kelas kami mencoba mengenal satu dengan yang lain. Saat istirahat aku keluar untuk membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Setelah selesai dari sana aku kembali ke kelas. Pelajaran berikutnya adalah sulamat taufiq. Saat aku mau mengeluarkan buku,ternyata bukuku tidak ada.

“Lho,kemana bukuku.”

Aku bingung. Kucari bukuku. Di laci,di bawah meja,ternyata masih tidak ada.

“Maaf Mas,bukumu tadi diambil sama anak itu.”Kata seorang anak perempuan yang duduk disampingku sambil menunjuk anak yang mengambil bukuku. Akupun segera menghampiri anak itu.

“Maaf kamu yang ambil bukuku ya?”Tanyaku pada anak itu

“Kalau iya memangnya kenapa?”

“Nggak saya Cuma mau mengambil buku yang kamu ambil tadi.”
“kamu berani sama aku?”
“Tidak,aku cuma mau ambil bukuku saja.”
“dyek..”pukul anak itu ke perutku.
“Brek..”terjatuh aku ke tanah.

Saat dia mau memukulku lagi,tiba-tiba pak Idrus masuk kelas. Kamipun segera duduk di tempat kami semula. Aku mengambil bukuku yang jatuh dilantai. Kami duduk dengan rapi. Seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“Mam,kamu tidak apa-apa?” tanya Hanafi saat bel untuk solat dibunyikan.
“Nggak apa-apa.”

Setelah pulang sekolah, kami kembali ke kamar masing-masing.Dari jam setengah tiga,sampai jam empat para santri mengaji kitab. Aku dan beberapa anak laki-laki mengaji kitab Ta’lim Muta’alim. Karena jadwal ngajinya berbeda-beda,pulangnyapun tidak pada jam yang sama.
Setelah mengaji kitab Ta’lim Muta’alim dan melaksanakan solat asar,kami mengaji kitab kitab Nahwu.

Sekarang sudah jam 17.30 wib. Kami segera pulang ke kamar kami.
Setelah selesai mandi dan jama’ah solat maghrib,kami mengaji Alquran. Karena baru pertama ke sini,kami diajari kak santri. Yang mengajari kami adalah santri yang sudah hafal Alquran. Karena bayaknya santri yang mengaji,aku menunggu giliranku sampai jam 20.30 wib.

Setelah selesai mengaji,kemudian aku solat isya’. Kemudian aku dan teman-temanku pergi mengaji kitab lagi. Jam 22.00 wib kami baru istirahat.


Hari ke-dua kejutan besar menghampiriku. Aku berangkat ke sekolah tanpa sarapan. Jadi, kuniati untuk berpuasa. Toh hari ini kebetulan hari Kamis. Sesampainya disekolah, aku merasa ngantuk dan lemas sekali.

”Kamu kenapa?”tanya perempuan yang kemarin pernah bicara sama aku.

“Tidak papa. Hanya kelelahan saja.”

”Kamu masih sakit karena kemarin di pukul sama Faisal ya,?”

“Nggak, aku sudah sembuh kok.”

“Namamu siapa?”

“Namaku Imam. Kalau kamu?”
“Aku Aisyah.”

Tak terasa waktu pelajaran sudah lewat. Sekarang waktunya istirahat. Aku pun pergi ke perpustakaan bersama Hanafi. Saat di tengah jalan kami di hadang Faisal dan teman-temannya.

“Hei kamu,kemarin kamu selamat tapi sekarang tidak.”

“Faisal kamu jangan ganggu Imam lagi,”

“Memangnya kenapa?”

Tiba-tiba Faisal memukul Hanafi. Karena aku sudah tidak bisa menahan emosi lagi,ku pukul mukanya Faisal. Tak terduga,ternyata pak Idrus Melihat kami. Akhirnya kami disuruh ke kantor.

“Siapa yang mau bicara duluan?”tanya pak Ilham,Kyai Sekaligus pengurus pondok putra.
“Bukan saya pak,Imam yang memukul saya.’ Ujar Faisal.
“Bukan pak. Faisal dulu yang mukul saya.”
“Aku sudah tahu. Tadi Aisyah sudah bilang. Kalian boleh pergi.”

Karena Faisal sering bikin ulah,akhirnya dia dikeluarkan dari pondok. Tidak hanya itu saja,dia juga ketahuan membawa HP saat ada pemeriksaan.


****
Saat di jalan menuju ke warung yang tak jauh dari Pondokku, aku bertemu dengan Aisyah. Akupun segera menghampirinya. Aku tak mengerti dengan apa yang terjadi pada ku, setiap aku bertemu Aisyah jantungku selalu berdetak dengan kencang, apakah ini yang di namakan cinta???. Hari ini Aisyah terlihat begitu cantik di depan ku, aku tak kuat lagi manahan rasa cintaku kepada Aisyah.

“Aisyah,terimakasih ya, sudah menolongku kemarin.”
“Sama-sama. Itu sudah kewajiban sesama muslim.” Jawabnya sambil tersenyum

Seketika Aku dan Aisyah saling diam tak ada kata-kata lagi yang terucap dari bibirku maupun dari bibir Aisyah. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku saat itu tiba-tiba bibirku terbuka dan mengucapkan...

“Aisyah... Aku suka sama kamu!” ujarku spontan

Saatku ucapkan kata-kata itu Aisyah terlihat tersentak kaget dan seketika termenung.

“Gimana Aisyah, apakah kamu juga mempunyai perasaan yang sama seperti yang aku rasakan? dan apakah kamu maum menjadi pacarku?”

“Imam, Bukannya aku menolak kamu, memang ku akui aku juga mempunyai perasaan yang sama dengan mu tapi, aku tidak bisa menerima kamu menjadi pacarku karena aku ingin fokus dengan sekolahku dulu. Apalagi disinikan juga tidak boleh berpacaran!”

“Baiklah Aisyah, aku mengerti dengan keputusan mu. Gimana kalau kita bersahabat saja?”

“Ok, aku setuju dengan mu.”


Walaupun baru sebentar kita kenal tapi kami berdua sudah saling menyukai pada pandangan pertama. Tapi karena di pondok melarang adanya pacaran,kami hanya sebatas teman saja. Tidak hanya itu, aku juga ingin mendapatkan ilmu terlebih dahulu. Mungkin kalau memang jadoh,kami pasti akan bersatu di lain waktu.

Rabu, 17 Maret 2010

SayAnGi AkU SikluZ 2 ( Revisie )

Oleh : Lelly Ratna D ( IXA )

Namaku Andita Anggraini. Sekarang ini aku sudah kelas XII IPA 2 di SMA Nusa Bangsa Jakarta Barat. Aku terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan. Bisa dibilang dari keluarga konglomerat. Ayahku bernama Brata Wijaya. Kata orang-orang ayahku seorang pengusaha yang memiliki perusahaan yang sangat maju tapi aku sendiri tak tahu apakah benar kata orang-orang, karena aku sendiri juga tak pernah melihat perusahan ayahku dan ibuku bernama Shinta Lestari, tetapi sekarang ibuku telah tiada karena kecelakaan mobil satu tahun yang lalu. Hidupku serasa hampa tanpanya. Aku merasa tak ada kasih sayang lagi untukku karena ayah tak pernah memperhatikan aku. Ia hanya mengurus bisnisnya saja. Hidupku bagaikan sebatang kara. Kucoba mencari perhatian dan kasih sayang ayah, tapi semua itu hanya membuang waktuku saja karena ayah tidak pernah peduli denganku.

Di sekolah aku selalu membuat ulah dan sering bertengkar dengan teman-temanku. Sempat berulang-ulang kali aku di panggil keruang Bp bahkan aku sempat ingin di keluarkan dari sekolah tapi untung nya pak Subianto masih mentolerir perbuatan ku dan aku hanya di kasih surat pemberitahuan untuk ayahku agar ayah ku datang ke sekolah. Sekali, dua kali, tiga kali bahkan berkali-kali aku diberi surat pemberitahuan seperti itu tapi ayahku tak pernah datang ke sekolah, ayahku hanya menyuruh asistennya untuk mewakilinya. Sudah berkali-kali aku melihat asisten ayahku yang datang ke sekolah, kemarahan ku semakin meluap.
“eh... kamu! Ngapain kamu kesini? Dimana ayah ku?” ketusku pada asisten ayah
“Ayah mu sedang sibuk di kantor!”
“Apa katamu? Ayah ku sedang sibuk?”
“Iya mbak”
“Bilang pada ayahku tak usah peduli dengan ku lagi”
sesaat aku berpikir “ Kenapa ayah ku tak peduli dengan ku? Kenapa ayah selalu mementingkan perusahan, perusahaan dan perusahaan! Apa ayah ku tak sayang lagi dengan ku? Apakah perusahaan ayah lebih berharga dari pada diriku, anaknya sendiri?”
Andai ayah ku tahu, aku melakukan semua itu hanya untuk melampiaskan kekecewaanku kepada ayah!. Mungkin dengan kelakuan yang seperti itu ayahku akan memperhatikan aku. Namun, itu semua hanya angan-anganku saja. Akhir-akhir ini ayahku sangat sibuk. Aku sempat bertanya-tanya apakah ada masalah dengan perusahaan ayahku?
Saat fajar menjelang dan mentari bersinar dengan terang kucoba membuka mataku. Hari ini hari Sabtu yang cerah, tapi tidak secerah kehidupan keluarhgaku. Pagi itu telepon ayah berbunyi. Aku angkat telepon.
“Halo selamat pagi, dengan Dita di sini,” sapaku pada orang di seberang sana.
“Selamat pagi!”
“Maaf dengan siapa saya berbicara?” tanyaku pada si penelepon itu.
“ Saya Hadiyanto pegawai bank Martawijaya, bisa berbicara dengan bapak Brata Wijaya?”
“Bisa. Tunggu sebentar, ya?”
Kupanggil ayahku yang sedang sarapan di meja sendirian.
“Ayah, ada telepon untuk ayah!”
“Ya, tunggu sebentar.”
Dengan ragu, ayahku megangkat telepon itu. Aku tersentak kaget ketika ayahku menjatuhkan telepon itu. Kulihat ayahku yang seketika termenung sedih. Kucoba bertanya pada ayah.
“Ayah, ada apa?” tanyaku dengan nada spontan. Dengan pelan-pelan ayahku menjelaskan semua yang terjadi selama ini.
“Nak, maafin ayah, ya. Ayah tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik. Ayah tidak pernah memperhatikan dirimu. Dan sekarang ayah sudah bangkrut. Ayah mengalami kerugian yang besar yang mendorong ayah meminjam uang dengan nominal yang cukup besar ke bank. Itu semua ayah lakukan untuk menyelamatkan perusahaan ayah, tetapi usaha ayah sia-sia. Perusahaan ayah tak bisa diselamatkan lagi. Dan sekarang, ayah tidak bisa membayar hutang-hutang itu. Terpaksa rumah ini dan perusahaan ayah disita oleh bank. Kita diberi waktu satu hari untuk segera mengosongkan rumah ini.”
“Apa? Pergi dari rumah ini, Yah?”
“Iya Nak, maafin ayah, ya?”
“Apa yah? Kata ayah maaf? Lalu buat apa setiap hari ayah tak pernah pulang, bahkan ayah mengorbankan aku demi perusahaan ayah tapi apa yang terjadi sekarang, perusahaan ayah bangkrutkan?
“Ya Dit, ayah tahu tapi ayah melakukan itu semua untuk masa depan mu!”
“Masa depan ku? Kalau sudah kayak gini untuk masa depan ku juga?
Saat ku mengtakan kata – kata itu ayah tersentak kaget, ayah sesaat termenung. Melihat ayah yang kayak gitu, hatiku tersentuh akupun menangis. Dan akhirnya aku memaafkan kesalahan ayahku itu, walaupun awalnya berat untukku memaafkan ayah tapi aku tak boleh egois aku harus memikirkan perasaan ayah juga. Walaupun begitu beliau kan tetep ayah ku.

* * *

Hari ini aku tidak berangkat sekolah karena harus membereskan semua barang-barang milikku dari rumah yang mewah ini.
Waktu serasa cepat sekali berputar. Tak kusangka pagi telah datang kembali dan itu tandanya hari ini aku dan ayahku harus segera angkat kaki dari rumah ini. Kepergianku dan ayahku dihiasi dengan langit yang kelabu. Awan-awan hitam seakan mengikuti langkah kami.
Selangkah demi selangkah kami berjalan menuju terminal yang tak jauh dari rumah kami. Di sana banyak orang lalu-lalang hendak pergi atau pulang dari luar kota. Banyak penjual asongan menjajakan dagangannya. Bus-bus berjajar-jajar semprawutan. Para kernet dan kondektur berteriak-teriak berusaha merayu calon penumpang.
Di antara bus-bus itu satu yang kami cari, bus Gumelar. Bus jurusan Ciwidei Bandung. Lima jam kami berada di atas bus, samailah kami di tempat tujuan.
Di desa Sukamaju, Kecamatan Ciwidei Kabupaten Bandung itulah kami memulai hidup baru. Sekarang ayahku bukanlah pengusaha lagi, tapi hanya seorang petani teh di desa itu. Sekarang aku sekolah di SMAN 2 Ciwidei. Sekolahku yang sekarang berbeda jauh dengan sekolahku yang dulu. Sekolah ini hanya berdinding kayu-kayu yang mulai rapuh. Beratap genting yang bolong-bolong. Walaupun begitu, aku tetap bahagia karena aku mendapat teman-teman yang baik hati. Dan bukan hanya itu, ada yang lebih menggembirakan, sekarang ayah selalu memperhatikan aku, menyayangi aku, dan selalu menjaga aku setiap waktu.
“Ayah, selama satu tahun ini aku menunggu saat-saat seperti ini. Saat-saat ayah memerhatikan aku, menyayangi aku, dan menjaga aku dengan sepenuh hati,” kataku pada ayah.
“Iya, ayah tahu, memang dulu ayah tidak pernah memperhatikan kamu. Bahkan, dulu tak ada waktu untuk ayah bertemu denganmu. Namun, mulai sekarang ayah akan selalu menyeyangi Dita dengan sepenuh hati ayah.”
“Terima kasih, Yah,” kataku dengan gembira.
“Iya,” ucap ayah pendek.

Ku tak pernah menyangka apa yang kini telah terjadi padaku dan keluargaku. Tapi aku bahagia dengan apa yang kini telah terjadi walau awalnya menyakitkan hatiku. Aku berharap hidupku dan keluargaku bahagia selalu. Amien...