Rabu, 17 Maret 2010

SayAnGi AkU SikluZ 2 ( Revisie )

Oleh : Lelly Ratna D ( IXA )

Namaku Andita Anggraini. Sekarang ini aku sudah kelas XII IPA 2 di SMA Nusa Bangsa Jakarta Barat. Aku terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan. Bisa dibilang dari keluarga konglomerat. Ayahku bernama Brata Wijaya. Kata orang-orang ayahku seorang pengusaha yang memiliki perusahaan yang sangat maju tapi aku sendiri tak tahu apakah benar kata orang-orang, karena aku sendiri juga tak pernah melihat perusahan ayahku dan ibuku bernama Shinta Lestari, tetapi sekarang ibuku telah tiada karena kecelakaan mobil satu tahun yang lalu. Hidupku serasa hampa tanpanya. Aku merasa tak ada kasih sayang lagi untukku karena ayah tak pernah memperhatikan aku. Ia hanya mengurus bisnisnya saja. Hidupku bagaikan sebatang kara. Kucoba mencari perhatian dan kasih sayang ayah, tapi semua itu hanya membuang waktuku saja karena ayah tidak pernah peduli denganku.

Di sekolah aku selalu membuat ulah dan sering bertengkar dengan teman-temanku. Sempat berulang-ulang kali aku di panggil keruang Bp bahkan aku sempat ingin di keluarkan dari sekolah tapi untung nya pak Subianto masih mentolerir perbuatan ku dan aku hanya di kasih surat pemberitahuan untuk ayahku agar ayah ku datang ke sekolah. Sekali, dua kali, tiga kali bahkan berkali-kali aku diberi surat pemberitahuan seperti itu tapi ayahku tak pernah datang ke sekolah, ayahku hanya menyuruh asistennya untuk mewakilinya. Sudah berkali-kali aku melihat asisten ayahku yang datang ke sekolah, kemarahan ku semakin meluap.
“eh... kamu! Ngapain kamu kesini? Dimana ayah ku?” ketusku pada asisten ayah
“Ayah mu sedang sibuk di kantor!”
“Apa katamu? Ayah ku sedang sibuk?”
“Iya mbak”
“Bilang pada ayahku tak usah peduli dengan ku lagi”
sesaat aku berpikir “ Kenapa ayah ku tak peduli dengan ku? Kenapa ayah selalu mementingkan perusahan, perusahaan dan perusahaan! Apa ayah ku tak sayang lagi dengan ku? Apakah perusahaan ayah lebih berharga dari pada diriku, anaknya sendiri?”
Andai ayah ku tahu, aku melakukan semua itu hanya untuk melampiaskan kekecewaanku kepada ayah!. Mungkin dengan kelakuan yang seperti itu ayahku akan memperhatikan aku. Namun, itu semua hanya angan-anganku saja. Akhir-akhir ini ayahku sangat sibuk. Aku sempat bertanya-tanya apakah ada masalah dengan perusahaan ayahku?
Saat fajar menjelang dan mentari bersinar dengan terang kucoba membuka mataku. Hari ini hari Sabtu yang cerah, tapi tidak secerah kehidupan keluarhgaku. Pagi itu telepon ayah berbunyi. Aku angkat telepon.
“Halo selamat pagi, dengan Dita di sini,” sapaku pada orang di seberang sana.
“Selamat pagi!”
“Maaf dengan siapa saya berbicara?” tanyaku pada si penelepon itu.
“ Saya Hadiyanto pegawai bank Martawijaya, bisa berbicara dengan bapak Brata Wijaya?”
“Bisa. Tunggu sebentar, ya?”
Kupanggil ayahku yang sedang sarapan di meja sendirian.
“Ayah, ada telepon untuk ayah!”
“Ya, tunggu sebentar.”
Dengan ragu, ayahku megangkat telepon itu. Aku tersentak kaget ketika ayahku menjatuhkan telepon itu. Kulihat ayahku yang seketika termenung sedih. Kucoba bertanya pada ayah.
“Ayah, ada apa?” tanyaku dengan nada spontan. Dengan pelan-pelan ayahku menjelaskan semua yang terjadi selama ini.
“Nak, maafin ayah, ya. Ayah tidak bisa menjadi kepala keluarga yang baik. Ayah tidak pernah memperhatikan dirimu. Dan sekarang ayah sudah bangkrut. Ayah mengalami kerugian yang besar yang mendorong ayah meminjam uang dengan nominal yang cukup besar ke bank. Itu semua ayah lakukan untuk menyelamatkan perusahaan ayah, tetapi usaha ayah sia-sia. Perusahaan ayah tak bisa diselamatkan lagi. Dan sekarang, ayah tidak bisa membayar hutang-hutang itu. Terpaksa rumah ini dan perusahaan ayah disita oleh bank. Kita diberi waktu satu hari untuk segera mengosongkan rumah ini.”
“Apa? Pergi dari rumah ini, Yah?”
“Iya Nak, maafin ayah, ya?”
“Apa yah? Kata ayah maaf? Lalu buat apa setiap hari ayah tak pernah pulang, bahkan ayah mengorbankan aku demi perusahaan ayah tapi apa yang terjadi sekarang, perusahaan ayah bangkrutkan?
“Ya Dit, ayah tahu tapi ayah melakukan itu semua untuk masa depan mu!”
“Masa depan ku? Kalau sudah kayak gini untuk masa depan ku juga?
Saat ku mengtakan kata – kata itu ayah tersentak kaget, ayah sesaat termenung. Melihat ayah yang kayak gitu, hatiku tersentuh akupun menangis. Dan akhirnya aku memaafkan kesalahan ayahku itu, walaupun awalnya berat untukku memaafkan ayah tapi aku tak boleh egois aku harus memikirkan perasaan ayah juga. Walaupun begitu beliau kan tetep ayah ku.

* * *

Hari ini aku tidak berangkat sekolah karena harus membereskan semua barang-barang milikku dari rumah yang mewah ini.
Waktu serasa cepat sekali berputar. Tak kusangka pagi telah datang kembali dan itu tandanya hari ini aku dan ayahku harus segera angkat kaki dari rumah ini. Kepergianku dan ayahku dihiasi dengan langit yang kelabu. Awan-awan hitam seakan mengikuti langkah kami.
Selangkah demi selangkah kami berjalan menuju terminal yang tak jauh dari rumah kami. Di sana banyak orang lalu-lalang hendak pergi atau pulang dari luar kota. Banyak penjual asongan menjajakan dagangannya. Bus-bus berjajar-jajar semprawutan. Para kernet dan kondektur berteriak-teriak berusaha merayu calon penumpang.
Di antara bus-bus itu satu yang kami cari, bus Gumelar. Bus jurusan Ciwidei Bandung. Lima jam kami berada di atas bus, samailah kami di tempat tujuan.
Di desa Sukamaju, Kecamatan Ciwidei Kabupaten Bandung itulah kami memulai hidup baru. Sekarang ayahku bukanlah pengusaha lagi, tapi hanya seorang petani teh di desa itu. Sekarang aku sekolah di SMAN 2 Ciwidei. Sekolahku yang sekarang berbeda jauh dengan sekolahku yang dulu. Sekolah ini hanya berdinding kayu-kayu yang mulai rapuh. Beratap genting yang bolong-bolong. Walaupun begitu, aku tetap bahagia karena aku mendapat teman-teman yang baik hati. Dan bukan hanya itu, ada yang lebih menggembirakan, sekarang ayah selalu memperhatikan aku, menyayangi aku, dan selalu menjaga aku setiap waktu.
“Ayah, selama satu tahun ini aku menunggu saat-saat seperti ini. Saat-saat ayah memerhatikan aku, menyayangi aku, dan menjaga aku dengan sepenuh hati,” kataku pada ayah.
“Iya, ayah tahu, memang dulu ayah tidak pernah memperhatikan kamu. Bahkan, dulu tak ada waktu untuk ayah bertemu denganmu. Namun, mulai sekarang ayah akan selalu menyeyangi Dita dengan sepenuh hati ayah.”
“Terima kasih, Yah,” kataku dengan gembira.
“Iya,” ucap ayah pendek.

Ku tak pernah menyangka apa yang kini telah terjadi padaku dan keluargaku. Tapi aku bahagia dengan apa yang kini telah terjadi walau awalnya menyakitkan hatiku. Aku berharap hidupku dan keluargaku bahagia selalu. Amien...

1 komentar: